Meditasi Pertama Gue
source: https://wallpaperaccess.com/planet-aesthetic |
Mata kuliah psikologi dasar adalah matkul favorit gue dibanding yang lain di semester satu ini. Selain karena mata kuliah ini yang paling terasa “psikologi”-nya, gue juga suka sama cara mengajar dosennya yang asyik dan nggak ngebosenin, seperti yang hari ini gue dan teman-teman lain alami.
Kalau nggak salah, udah ada sekitar tiga
pertemuan di mata kuliah kita ini yang membahas tentang emosi. Eh, rasanya ada
empat malah. Dosen kita bilang, biasanya di materi emosi ini akan ada tamu yang
datang untuk memberi materi tambahan. Of
course kita excited banget dong ya,
sebagai maba hehe. Soalnya, jarang
aja mata kuliah lain yang mengundang pembicara dari luar.
Kebetulan, pembicaranya hari itu
menyempatkan hadir. Beliau yang biasa dipanggil Kang Bagia ini merupakan salah
satu alumni dari kampus kami. Sekarang beliau adalah seorang HR dan Training Director di The Golden Space Indonesia. Gue mau jelasin
sedikit tentang Golden Space, tapi dikit aja nggak banyak-banyak soalnya takut
salah, hehe.
Golden Space itu adalah organisasi internasional
yang berhubungan dengan kesehatan dan kesejahteraan manusia. Organisasi ini
udah membantu banyak orang untuk menemukan kenyamanan dalam proses penerimaan
diri melalui cara-cara seperti meditasi dan konsultasi. Kalau untuk yang di
Indonesia, kantornya terletak di Jakarta.
Nah, saat itu di kelas, selain Kang Bagia
memberi kami sedikit materi tentang teori emosi, beliau juga mempraktikkan
caranya memberi meditasi kepada kami. Iya, kami dimeditasi. Gratis. Baik banget
kan Ya Allah... Shout out to our amazing
lecturer for letting this happen. Tujuan kami dimeditasi saat itu mungkin
biar bisa paham sama emosi yang kita masing-masing rasakan. Selain itu adalah,
bonusnya, kita bisa lebih merasa lega dan ringan-hati-dan-pikiran pasca
meditasinya.
Pertama-tama, kami diperintahkan untuk
menutup mata. Dengan posisi tubuh yang tegak, jari-jari tangan yang rapat, dan
punggung tangan menempel di atas lutut. Posisi kami di atas kursi semua, karena
nggak memungkinkan untuk duduk di bawah. Awalnya cuma diarahkan untuk bernapas.
Lalu instrukturnya mulai mempersilakan kita mengingat memori-memori maupun
orang-orang yang membuat kita merasakan emosi-emosi yang selama ini kita
pendam. Entah itu kesedihan, kemarahan, sampai dendam.
Ia mempersilakan kita membiarkan mereka
semua masuk ke pikiran. Nggak tahu kenapa, mulai dari situ aja gue udah nangis-nangis
dikit. Gue bisa lihat beberapa orang seolah berjalan masuk dan berdiri di
hadapan gue. Mukanya datar semua. Saat instrukturnya mengarahkan kita untuk
menatap wajah orang-orang yang masuk ke pikiran itu satu-satu, nangis gue udah
mulai nggak kekontrol. Entah kenapa, semua emosi negatif itu keluar gitu aja. Dari
kesal, marah, sedih, semuanya jadi satu.
Gue nggak terlalu ingat lagi apa yang
terjadi setelah itu. Entah kita diberi kesempatan untuk mengeluarkan sepatah
dua patah kata pada mereka atau enggak. Tapi yang jelas, yang paling gue ingat
adalah saat kita udah mulai diarahkan untuk fast-breathing,
lalu berteriak. Iya, teriak. Literally
neriakin semua yang kita pendam sejak lama.
Satu ruangan itu isinya teriakan semua. Teriakan
pilu berisi derita dan rasa sakit tiap orang yang punya masalah di masa
lalunya. Benar-benar yang gue dengar saat itu teriakan orang-orang suffering. Rasanya tuh bikin hati gue
melilit banget. Gue sendiri pas teriak rasanya badan bergetar semua, tangan gue
kesemutan dan rahang gue ikut bergetar. Di dalam pikiran gue, gue ngeliat warna
hitam, merah dan hijau seolah-olah lagi tertembak ke depan.
Teriakan-teriakan itu berlangsung lama,
nggak cuma beberapa detik. Suara teriakan peluapan emosi bercampur dengan air
mata yang nggak ada hentinya mengalir di pipi.
Beberapa saat kemudian, satu persatu
teriakannya mulai berhenti. Badan gue rasanya udah mulai lemas. Kang Bagia pun mulai
mengarahkan kita ke bagian ‘pendinginan’-nya. Ke bagian di mana kita diingatkan
bahwa kita dicintai, terutama oleh Sang Pencipta. Kita diarahkan untuk
membayangkan bahwa kita memiliki cahaya terang yang bisa kita bagi pada mereka.
Mereka yang memberi kita bekas luka nggak terlihat yang menyakitkan. Because those who caused us pain, must have had
their own pain inside. So instead of wishing them the same pain, we should wish
them to heal. We hug them. We send them love.
Kita memaafkan mereka bukan berarti membenarkan
apa yang mereka lakukan ke kita, kita memaafkan karena kita sudah berdamai
dengan diri sendiri. Kita memaafkan untuk membersihkan masa lalu.
Gue nggak bisa mengingat meditasi yang luar
biasa itu berlangsung selama berapa lama. But
as far as I could remember, it was quite long, tapi nggak selama itu, sih.
Setelah ‘pendinginan’ selesai, kita
dipersilakan untuk membuka mata. Asli, badan gue lemas banget rasanya. Tengkuk gue
sakit juga. Tapi di dalam dada dan kepala gue ringan.
In that
moment, I felt like I just really want to do good things, LOL wkwkwk.
Kang Bagia memberi kesempatan kepada kami
untuk bertanya. I didn’t really catch all
the questions because I was too busy wiping my tears dan badan gue juga
masih lemas. Tapi satu pertanyaan yang gue tangkap: “warna-warna yang kita
lihat selama meditasi tadi artinya apa?”
Beliau menjawab bahwa itu merepresentasikan
emosi yang kita rasakan. Seperti banyak orang awam tahu, yah, merah sendiri
cenderung artinya marah. Kayak warna-warna gue sendiri tadi aja, ada merahnya. Cuma
gue belum mengerti kalau hitam dan hijau itu artinya apa. Mark it ya, ‘belum’. Berarti gue mau mencari tahu dan akan mengerti
SOON. Wkwkwkwk.
Gue nggak bilang bahwa gue sudah bisa
sepenuhnya, fully 100% memaafkan
orang-orang yang pernah ada masalah di masa lalu gue. Mungkin bahkan belum. It takes times to forgive someone,
especially if it is more than one. Kalau emang mau benar-benar fully recovered, memang harus rutin
kali, ya meditasi ditambah konsultasinya. Di Golden Space, guys kalau mau. (This is not sponsored, I swear).
Besar kemungkinan untuk bisa sembuh, sih, kalau
kita nya sendiri yakin, ya. Karena ini aja gue baru sekali meditasi sehabis itu
rasanya ringan.
Gue menghampiri kursi teman-teman gue dan
duduk di antara mereka yang juga masih diam dan lemas. Sementara mahasiswa lain
mengerumuni Kang Bagia untuk bertanya lebih banyak pertanyaan dan sisa
mahasiswa lainnya berjalan ke luar kelas, kami hanya duduk di deretan lima
kursi bagian belakang. Nggak lama, dosen kami menghampiri.
“Gimana? Aman?” tanya beliau sambal memegang
bahu teman gue. “Emang reaksi orang macam-macam, kok. Ada yang ngelamun bego
bahkan sampai muntah-muntah. It is normal.”
Gue cuman tersenyum sambil melihat dosen
gue yang keren itu mengucapkan hal-hal lain yang nggak terlalu gue tangkap
karena masih susah fokus, lalu kembali berjalan ke depan, melayani teman-teman
yang mau foto. Maklum, ini kelas terakhir.
Setelah beberapa lama duduk, saling
bertukar kata dan berbagi minum, kami pun ikut berjalan ke depan buat
foto-foto, hehe. Teman gue juga menyempatkan untuk bertanya beberapa hal sama
Kang Bagia.
Mata kuliah favorit gue di semester satu
ini berakhir meaningful banget. I just really hope di semester depan, di
Pengantar Psikologi 2, dosennya masih sama asyiknya. Bahkan kalau bisa, samain
aja. Hehehe.
Big thanks to Kang Bagia yang udah menyempatkan datang and helped us scream all of our emotions out, hehe. Terima kasih
juga sudah ngizinin Dhila nulis ini.
My message
to you all on this entry: our emotions are valid. Your feelings are valid. You deserve
to be healed, as long as you want to. Gue sendiri,
gue mau selesai dengan semua unfinished
bussines gue karena gue mau menolong banyak orang di masa depan nanti. Dan oh
iya, dari suara teriakan pilu yang gue dengar saat itu, gue makin aware bahwa: it is true that everybody is going through something. It is true that
everyone has their own pain deep down.
Everybody
is suffering. Jadi, kayak quotes terakhir di film Wonder: “Be
kind, for everyone is fighting hard battles.”
CERITANYA MENARIK BANGEET KAAAAAAAAAK!!
ReplyDeleteSENDING YOU LOVE & STRENGTH ❤❤❤��
glad that you enjoy the story! thank you :)
DeleteThank you Dhila for sharing your story! Keep meditating and shining your love and light!!!
ReplyDeleteomg.. also thank you for reading it, Kang! :D
Delete